Hendri Kampai: Di Indonesia, Oligarki Kelakuannya Seperti Bandar Judi Saat Pemilu dan Pilkada

    Hendri Kampai: Di Indonesia, Oligarki Kelakuannya Seperti Bandar Judi Saat Pemilu dan Pilkada

    POLITIK - Pemilu dan Pilkada di Indonesia sering kali lebih mirip arena perjudian ketimbang pesta demokrasi. Di balik gemerlap kampanye, baliho raksasa, dan janji-janji manis, ada aktor-aktor yang mengendalikan permainan, para oligarki korup yang masih bercokol di lingkaran kekuasaan.

    Kelakuan mereka dalam menghadapi pesta demokrasi tak ubahnya seperti bandar judi yang mengendalikan taruhannya, memastikan keuntungan tetap mengalir ke kantong mereka meskipun rakyat yang jadi korban. 

    Taruhan Politik: Uang Harus Berputar untuk Menang
    Seorang bandar judi tahu betul bahwa permainan harus berjalan dengan modal yang cukup besar. Begitu pula dengan para oligarki korup yang berkuasa. Mereka mengumpulkan dana dari berbagai proyek "siluman, " markup anggaran, hingga suap demi memastikan mesin politiknya tetap beroperasi.

    Jika rakyat biasa mencoblos dengan harapan perubahan, mereka mencoblos dengan kalkulasi bisnis, investasi politik yang harus mendatangkan keuntungan lebih besar. 

    Bukti bahwa Pemilu dan Pilkada sering menjadi ajang perjudian bisa kita lihat dari maraknya politik uang. Seorang kandidat yang didukung oleh oligarki korup akan mendapat aliran dana tak terbatas untuk memborong suara.

    Mulai dari "serangan fajar" dengan amplop berisi uang, pembagian sembako, hingga sogokan ke elite-elite lokal agar memenangkan suara. Tak heran, hasil akhirnya sering kali bukan tentang siapa yang paling berkualitas, tapi siapa yang punya modal terbesar. 

    Mengamankan Keuntungan Seperti Bandar Judi
    Layaknya bandar judi yang tak mau rugi, para oligarki yang masih berkuasa juga memastikan keuntungan tetap aman. Mereka tidak sekadar mendukung satu calon, melainkan mendanai banyak kandidat sekaligus. Prinsip mereka sederhana: siapa pun yang menang, mereka tetap untung. 

    Kasus seperti ini sering terjadi dalam Pilkada di daerah kaya sumber daya alam. Para elite politik yang terlibat korupsi akan memasang taruhan di lebih dari satu kandidat. Jika calon A menang, proyek tetap bisa dikuasai. Jika calon B yang menang, tinggal negosiasi ulang. Tak ada ideologi atau visi pembangunan, yang ada hanya strategi bisnis untuk mempertahankan dominasi. 

    Selain itu, mereka juga memastikan bahwa siapapun yang menang, kebijakan tetap menguntungkan mereka. Pejabat terpilih akan "berutang budi" pada para bandar politik ini, yang ujung-ujungnya melahirkan politik balas jasa.

    Kontrak proyek akan tetap diberikan kepada kroni-kroni mereka, kebijakan akan disesuaikan agar tidak mengganggu bisnis haram yang mereka jalankan, dan hukum tetap bisa dimainkan untuk melindungi kepentingan mereka. 

    Rakyat yang Jadi Pecundang  
    Dalam perjudian, selalu ada yang kalah. Dalam konteks Pemilu dan Pilkada, yang kalah adalah rakyat. Mereka mungkin menerima uang saat kampanye, tapi setelah itu mereka harus membayar mahal: kualitas layanan publik yang hancur, harga kebutuhan pokok yang melonjak karena kebijakan pro-oligarki, dan ketidakadilan yang makin merajalela. 

    Korupsi di Indonesia telah masuk ke tahap sistemik, di mana setiap proses demokrasi bukan lagi soal mencari pemimpin terbaik, melainkan memilih siapa yang bisa membayar lebih banyak.

    Seorang bandar judi mungkin tidak peduli berapa banyak orang yang bangkrut asal bisnisnya tetap berjalan. Begitu juga para oligarki yang masih berkuasa, mereka tidak peduli berapa banyak rakyat yang menderita asal mereka tetap bisa menikmati hasil jarahan. 

    Melawan Sistem Perjudian Politik  
    Jika sistem ini dibiarkan, Indonesia tidak akan pernah benar-benar maju. Kita harus mengubah cara pandang terhadap Pemilu dan Pilkada, dari sekadar memilih kandidat yang memberikan uang menjadi memilih pemimpin yang benar-benar berintegritas. 

    Lebih dari itu, ada tiga langkah utama yang bisa dilakukan untuk melawan sistem perjudian politik ini: 

    1. Menolak Politik Uang – Jangan tergoda dengan amplop atau sembako murah, karena itu hanya investasi jangka pendek bagi para koruptor. 

    2. Menuntut Transparansi Pendanaan Politik – Partai politik dan kandidat harus terbuka soal sumber dana kampanye mereka. 

    3. Menekan Aparat Hukum untuk Bertindak Tegas – Jika bandar judi bisa ditindak tegas, kenapa bandar politik dibiarkan leluasa merusak demokrasi? 

    Pemilu dan Pilkada seharusnya bukan arena perjudian yang hanya menguntungkan segelintir orang. Jika rakyat ingin lepas dari lingkaran setan ini, maka sudah saatnya kesadaran kolektif dibangun.

    Oligarki Korup yang masih berkuasa tidak akan berubah dengan sendirinya. Mereka harus dilawan, dan itu dimulai dari keberanian rakyat untuk berkata "cukup!" terhadap politik transaksional.

    Jakarta, 13 Maret2025
    Hendri Kampai
    Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi

    hendri kampai oligarki pilkada pemilu bandar judi hendri kampai oligarki pilkada pemilu bandar judi
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Fungsi dan Wewenang DPR RI

    Artikel Berikutnya

    Raymond Chin: Indonesia Tidak Baik-baik...

    Berita terkait

    Rekomendasi berita

    PERS.CO.ID: Jaringan Media Jurnalis Independen
    Hendri Kampai: Jangan Mengaku Jurnalis Jika Tata Bahasa Anda Masih Berantakan
    Komitmen Keberlanjutan KAI Logistik: Penguatan Moda KA, Digitalisasi, dan Aksi Hijau
    Jamur "Zombie" Pengendali Laba-laba Ditemukan di Reruntuhan Kastil Irlandia
    Rahajeng Rahina Galungan lan Kuningan

    Follow Us

    Random

    Tags

    Voting Poll